Langsung ke konten utama

Mengenal Pesawat B-17 Flying Fortress: Sang Benteng Udara

Penyerangan Jepang terhadap pangkalan Pearl Harbour milik Amerika Serikat membuat Amerika menarik sikap netral mereka terhadap konflik Perang Dunia 2. Amerika Serikat dengan kekuatan industri militernya yang besar mulai mengembangkan teknologi perang mereka, baik teknologi tempur darat, laut, dan juga udara. Salah satu teknologi perang yang dikembangkan adalah teknologi tempur udara atau bisa kita ketahui dengan hadirnya pesawat tempur. Pesawat tempur yang diciptakan memiliki fungsi dan peran masing-masing. Mulai dari pesawat yang digunakan untuk pengangkut barang, pengebom atau bomber, serta pesawat tempur atau fighter. Dari berbagai pesawat militer yang dibuat Amerika, hadir pesawat militer yang dianggap memiliki peran penting dalam kemajuan perang bagi mereka. Pesawat militer itu adalah Pesawat Boeing B-17 dari kelas bomber atau pesawat tipe pengebom.

Pesawat Boeing B-17 adalah pesawat pengebom strategis yang dirancang oleh Boeing Aircraft Company di Amerika Serikat. Awal mula kehadiran pesawat B-17 ini dimulai dari hadirnya sebuah proposal dari Korps Udara Angkatan Darat Amerika yang menyerukan adanya pesawat pembom dengan bermesin empat pada 8 Agustus 1934. Menanggapi proposal tersebut Amerika Serikat melalui Boeing Aircraft Company mulai melakukan pembuatan tipe pesawat tersebut. Pertengahan tahun 1935 tepatnya pada 28 Juli 1935, pesawat pembom prototype pertama berhasil melakukan uji coba penerbangan dan mulai memasuki produksi pesawat dalam skala kecil pada tahun 1937.

Pesawat B-17 dari Skuadron Pengeboman ke-350, Grup Pengeboman ke-100 dalam misi udara pada tahun 1944. United States Army Air Force, domain publik, via Wikimedia Commons.

    Meskipun berhasil dalam melakukan percobaan, pesawat pembom B-17 mengalami beberapa kali penyempurnaan mulai dari B-17A, B-17Bs, hingga B-17G. Pesawat pembom B-17 ini dioperasikan dengan diawaki oleh sepuluh orang mulai dari pilot, ko-pilot, navigator, flight engineer, bombardier, serta juru tembak. Untuk perlengkapannya sendiri terdiri dari 13 senapan mesin Browning M2 dengan peluru berkaliber 12,7 mm lalu untuk daya angkut bom dibagi menjadi dua yaitu untuk misi berjarak pendek dengan kapasitas bom 3.600 kg dan untuk jarak jauh berkapasitas 2000 kg.

Selama masa Perang Dunia 2, pesawat B-17 ini telah diproduksi sebanyak 12.731 unit dan dari jumlah keseluruhan tersebut mengalami kehilangan sebanyak 4.735 unit. Dalam aksi pengeboman, pesawat B-17 telah berhasil menjatuhkan bom sebanyak 640.000 ton dalam berbagai misinya. Selama melakukan misi pemboman di front Pasifik dan juga Eropa, pesawat B-17 bergerak dalam satu kawanan besar. Hal ini bertujuan untuk saling melindungi dari serangan pesawat tempur musuh dan serta mengurangi kebebasan manuver dari pesawat musuh. Dan juga dalam mendukung aksinya, terkadang B-17 dikawal atau didukung oleh pesawat tempur P 51 Mustang atau Republic P-47 Thunderbolt. Sehingga dengan bentuk formasi tersebut, pesawat ini mendapatkan julukan sebagai “Flying Fortress” atau benteng udara karena bergerak dalam kawanan besar serta dilengkapi dengan beberapa senapan mesin pada pesawat tersebut. Bahkan dari kalangan peminat kedirgantaraan pesawat ini mendapatkan julukan “Queen of the Skies”.

Pesawat B-17 juga pernah beroperasi di kawasan Hindia-Belanda. Sebagai bagian dari Grup Operasi 7 dan 19, pesawat-pesawat B-17 ikut serta mempertahankan Hindia-Belanda dari serangan Jepang. Pesawat-pesawat B-17 ini membom pasukan invasi Jepang di Balikpapan. Tapi karena superioritas udara Jepang di Hindia-Belanda, satu persatu pesawat ini pun ditembak jatuh ataupun rusak, sementara pasukan Jepang terus merengsek masuk.

Pada bulan Maret 1942, pesawat pembom terakhir AS melarikan diri dari Jawa sebelum serangan Jepang. Pesawat-pesawat yang rusak yang ditinggalkan tampaknya tidak lebih dari rongsokan yang tidak berharga bagi Sekutu, tetapi bagi Jepang itu merupakan temuan berharga. Di Jawa mereka menemukan sisa-sisa 15 B-17E. Menurut Torao Saito, editor penerbangan dari Asahi Press yang mengunjungi pangkalan-pangkalan yang direbut di Jawa, ia menghitung empat B-17E yang siap untuk diterbangkan, satu di Malang, satu lagi di Cirebon dan dua pembom lagi di Bandung. Dengan bantuan tawanan mekanik Belanda dan bumiputera yang sebelumnya ditugaskan di lapangan terbang, teknisi Jepang kemudian meneliti sistem avionik di pesawat B-17.

Formasi armada pesawat B-17F di atas Schweinfurt, Jerman, 17 Agustus 1943. U.S. Army Air Force, domain publik, via Wikimedia Commons.

Di Akhir Perang Dunia 2, pesawat B-17 diambil alih tugas mereka oleh pesawat pembom yang lebih kuat yaitu B-29 Superfortress yang memiliki ukuran lebih besar dari B-17. Bahkan setelah berakhirnya perang, pesawat B-17 diubah tugasnya dan fungsinya menjadi pesawat penyelamat serta pencarian dan dimodifikasi untuk menjatuhkan rakit penyelamat. Namun dengan seiring berkembangnya teknologi pesawat yang telah tergantikan dengan mesin jet. Sebagian besar pesawat B-17 ini mengalami pembongkaran, penelitian bagi angkatan udara, atau dijual di pasar surplus. Meskipun begitu ada beberapa pesawat yang dimasukan kedalam museum seperti di museum Smithsonian yang berada di Washington DC, Amerika Serikat untuk mengenang pesawat B-17 Flying Fortress yang telah membawakan peran penting dalam kemajuan pertempuran bagi pihak sekutu selama masa Perang Dunia 2.


Referensi:

P.K. Ojong. 2019. Perang Eropa Jilid 2. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Guilmartin, John F. B-17 Aircraft. Diakses pada 02/08/2021.

Admin. History of the Boeing B-17. Diakses pada 03/08/2021.


Penulis : Yoga Widya Kencana

Editor : Artaqi Bi Izza A.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ultimatum Inggris dan Meletusnya Pertempuran 10 November

Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran antara pasukan pejuang Indonesia dengan pasukan Kemaharajaan Inggris yang mendarat di kota Surabaya. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Inggris, Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby tewas dalam baku tembak. Pengungsi Tionghoa mencari perlindungan selama Pertempuran Surabaya Kematian sang brigadier terdengar ke Panglima Tertinggi Sekutu Komando Asia Tenggara, Laksamana Louis Mountbatten sehingga ia mengirimkan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Mansergh menggantikan posisi Mallaby yang tewas dalam baku tembak di sekitar Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, pada 30 Oktober 1945 menjelang malam. Sesaat Mayor Jenderal Mansergh tiba di kota Surabaya untuk memimpin tentara Inggris yang berada di kota tersebut, sang jenderal mengirimkan ultimatum yang diperintah oleh Laksamana Mountbatten kepada Rakyat Surabaya.   Ultimatum ini dibacakan oleh Jenderal Manser...

The Essence

                 (Photo by Pramadam Muhamad Anwar) One photo, millions of meanings. Yep, you read it correctly. Protesting, couples holding hands, merchants trying to sell their products to the protesters hoping that they could achieve some revenues by selling their stuff.  Motorbikes, especially scooters were parked at the side of the road.  Water Cannon, that was being parked inside the Palace of the Governor of East Java,  (a car-like vehicle that is used by the Indonesian Police) was bursting its content, pressurized-water towards the protesters.  During the protest in Surabaya, (24/3/2025), the atmosphere that arose from the situation was just like one of The Beatles’ song called Helter Skelter . It was very tense and kind of intriguing to be able to stand as one of the protesters towards the Government’s Policy about The National Indonesian Army Regulation.  Estimated over hund...

Saat Suhu Panas di Batavia Meregang Nyawa Serdadu Inggris.

  Sewajarnya, jika tidak ada perubahan iklim yang ekstrim, musim kemarau akan berakhir di bulan September dan pada bulan Oktober akan berganti musim ke musim penghujan. Indonesia terletak di Garis Khatulistiwa, yang berarti tepat berada di lintasan matahari. Suhu yang tinggi, menjadi perhatian khusus bagi masyarakat, karena perubahan iklim semakin memprihatinkan. Sebagai contoh, di Daerah Khusus Jakarta, suhu pada saat artikel ini ditulis (bulan Oktober 2024), menurut weather.com , menunjukkan angka 33 derajat celcius.  Pendaratan pasukan Inggris di Cilincing. Thorn, William, 1781-1843; Jeakes, Joseph, engraver; Egerton, Thomas, bookseller, publisher, CC0, via Wikimedia Commons. Dikutip dari CNN Indonesia (3/10/2024), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) membeberkan alasan mengapa suhu di Jakarta meningkat. Kepala Meteorologi Publik, Andri Ramdhani berujar kepada media terkait, kalau alasan dari terik matahari yang meningkat diakibatkan oleh minimnya awan y...