Langsung ke konten utama

Neville Chamberlain: Arsitek Appeasement dan Jalan Menuju Perang Dunia II

 

Arthur Neville Chamberlain lahir pada tanggal 18 Maret 1869, di Birmingham, Inggris. Berasal dari keluarga yang berpengaruh secara politik, ia adalah putra dari Joseph Chamberlain, seorang politikus terkemuka, dan saudara tiri dari Austen Chamberlain, yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Inggris dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1925 atas karyanya pada Perjanjian Locarno. Tidak seperti ayah dan saudara laki-lakinya, Neville Chamberlain awalnya mengejar karier di bidang bisnis sebelum memasuki dunia politik.


Chamberlain terpilih sebagai anggota Parlemen pada tahun 1918 dan secara bertahap naik pangkat di Partai Konservatif. Ia menjabat sebagai Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan sebelum menjadi Perdana Menteri pada bulan Mei 1937, setelah pengunduran diri Stanley Baldwin. Pada saat itu, Inggris menghadapi kesulitan ekonomi akibat Depresi Besar dan meningkatnya kekhawatiran atas ekspansi agresif Jerman di bawah kepemimpinan Hitler.


Kebijakan Appeasement

Ketika Chamberlain memangku jabatan, Eropa berada dalam kondisi ketegangan yang meningkat. Hitler telah melanggar Perjanjian Versailles dengan mempersenjatai kembali Jerman dan menduduki Rhineland pada tahun 1936. Italia di bawah pimpinan Mussolini telah menginvasi Ethiopia, dan Jepang memperluas kekaisarannya di Asia. Kengerian Perang Dunia I masih segar dalam ingatan masyarakat Inggris, dan banyak pemimpin, termasuk Chamberlain, percaya bahwa perang skala besar lainnya harus dihindari dengan segala cara.


Penenangan adalah strategi diplomatik yang ditujukan untuk mencegah perang dengan memberikan konsesi kepada negara-negara yang agresif. Chamberlain dan pemerintahannya percaya bahwa Jerman memiliki keluhan yang sah yang berasal dari Perjanjian Versailles, yang telah memberlakukan pembatasan ekonomi dan teritorial yang ketat terhadap negara tersebut. Mereka berharap bahwa dengan mengizinkan Hitler untuk merebut kembali wilayah tertentu, ia akan merasa puas dan perdamaian akan tetap terjaga di Eropa.


Kebijakan penenangan Chamberlain mencapai klimaksnya dengan Perjanjian Munich pada bulan September 1938. Hitler menuntut aneksasi Sudetenland, wilayah berbahasa Jerman di Cekoslowakia, dengan mengklaim bahwa etnis Jerman di sana sedang dianiaya. Inggris dan Prancis, yang ingin menghindari konfrontasi, mengadakan konferensi di Munich, tempat Chamberlain, bersama pemimpin Prancis Édouard Daladier, bertemu dengan Hitler dan Mussolini.


Sampul Majalah Time (Vol. 21, nr. 25) 19 Juni 1933 menampilkan Neville Chamberlain.

Hasilnya adalah Perjanjian Munich, di mana Inggris dan Prancis setuju untuk membiarkan Jerman mencaplok Sudetenland sebagai imbalan atas janji Hitler bahwa ia tidak memiliki ambisi teritorial lebih lanjut. Cekoslowakia, meskipun terkena dampak langsung, tidak diikutsertakan dalam negosiasi dan tidak punya pilihan selain menerima keputusan tersebut. Chamberlain terkenal kembali ke Inggris, melambaikan perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian itu telah mengamankan "perdamaian untuk zaman kita." Banyak orang di Inggris awalnya merayakan perjanjian tersebut, lega bahwa perang tampaknya telah dihindari.


Namun, Perjanjian Munich ternyata merupakan salah perhitungan yang membawa bencana. Pada bulan Maret 1939, Hitler mengingkari janjinya dan menduduki sisa wilayah Cekoslowakia, membuktikan bahwa peredaan hanya membuatnya berani. Inggris dan Prancis akhirnya menyadari bahwa ambisi Hitler meluas jauh melampaui batas wilayah Jerman sebelum Perang Dunia I.


Jalan Menuju Perang

Kebijakan Chamberlain untuk menenangkan situasi runtuh saat Hitler melanjutkan ekspansinya. Ketika Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939, Inggris dan Prancis tidak punya pilihan selain bertindak. Pada tanggal 3 September, Chamberlain mengumumkan bahwa Inggris sedang berperang dengan Jerman. Nada bicaranya muram dan penuh penyesalan, sangat kontras dengan optimisme yang ditunjukkannya setelah Perjanjian Munich.


Dengan Inggris yang kini terlibat dalam Perang Dunia II, kepemimpinan Chamberlain semakin dikritik. Banyak yang merasa bahwa kebijakan sebelumnya telah membuat Hitler menjadi terlalu kuat, sehingga perang tidak dapat dihindari. Intervensi Inggris yang gagal di Norwegia pada bulan April 1940 semakin melemahkan posisinya. Di tengah meningkatnya tekanan dari Parlemen dan publik, Chamberlain mengundurkan diri pada tanggal 10 Mei 1940, dan digantikan oleh Winston Churchill, yang mengambil sikap yang jauh lebih agresif terhadap Nazi Jerman.


Foto pada saat Perjanjian Munich; Hitler mengawal Perdana Menteri Chamberlain ke mobilnya setelah pertemuan malam di Hotel Dreesen, tengah: penerjemah Paul Otto Gustav Schmidt, di belakangnya Menteri Luar Negeri Reich, Joachim von Ribbentrop.

Warisan Chamberlain tetap menjadi salah satu yang paling diperdebatkan dalam sejarah modern. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kebijakannya untuk meredakan ketegangan merupakan kesalahan yang memungkinkan kebangkitan Hitler dan membuat Perang Dunia II tak terelakkan. Mereka berpendapat bahwa tindakan yang lebih kuat terhadap Jerman di awal tahun 1930-an—seperti melawan Hitler ketika ia melakukan remiliterisasi Rhineland atau mencaplok Austria—dapat menghalangi agresi lebih lanjut.


Namun ada juga yang memberikan pandangan yang lebih simpatik, dengan menyatakan bahwa Chamberlain bertindak demi kepentingan terbaik Inggris mengingat keadaannya. Pada akhir tahun 1930-an, Inggris tidak siap secara militer untuk perang, dan opini publik sangat mendukung diplomasi daripada konfrontasi. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa meredakan ketegangan memberi Inggris waktu yang berharga untuk mempersenjatai kembali, memastikan bahwa pada tahun 1939, negara tersebut lebih siap menghadapi Jerman.


Chamberlain sendiri sangat terpukul oleh kegagalan meredakan ketegangan. Setelah mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri, ia tetap berada dalam kabinet perang Churchill tetapi meninggal pada bulan November 1940 karena kanker. Bulan-bulan terakhirnya dihabiskan untuk menyaksikan perang yang sangat ia coba cegah.


Rujukan

McDonough, Frank. Neville Chamberlain, appeasement, and the British road to war. Manchester University Press, 1998.

Milton, Nicholas (2019). Neville Chamberlain's Legacy: Hitler, Munich and the Path to War. Pen & Sword.

Strong, G. B. (1996). Once More unto the Breach: Britain’s Guarantee to Poland, March 1939. Journal of Contemporary History, 31(4), 721-752. https://doi.org/10.1177/002200949603100406. (Karya asli diterbitkan tahun 1996).


Penulis & Editor : Artaqi Bi Izza

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ultimatum Inggris dan Meletusnya Pertempuran 10 November

Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran antara pasukan pejuang Indonesia dengan pasukan Kemaharajaan Inggris yang mendarat di kota Surabaya. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Inggris, Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby tewas dalam baku tembak. Pengungsi Tionghoa mencari perlindungan selama Pertempuran Surabaya Kematian sang brigadier terdengar ke Panglima Tertinggi Sekutu Komando Asia Tenggara, Laksamana Louis Mountbatten sehingga ia mengirimkan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Mansergh menggantikan posisi Mallaby yang tewas dalam baku tembak di sekitar Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, pada 30 Oktober 1945 menjelang malam. Sesaat Mayor Jenderal Mansergh tiba di kota Surabaya untuk memimpin tentara Inggris yang berada di kota tersebut, sang jenderal mengirimkan ultimatum yang diperintah oleh Laksamana Mountbatten kepada Rakyat Surabaya.   Ultimatum ini dibacakan oleh Jenderal Manser...

The Essence

                 (Photo by Pramadam Muhamad Anwar) One photo, millions of meanings. Yep, you read it correctly. Protesting, couples holding hands, merchants trying to sell their products to the protesters hoping that they could achieve some revenues by selling their stuff.  Motorbikes, especially scooters were parked at the side of the road.  Water Cannon, that was being parked inside the Palace of the Governor of East Java,  (a car-like vehicle that is used by the Indonesian Police) was bursting its content, pressurized-water towards the protesters.  During the protest in Surabaya, (24/3/2025), the atmosphere that arose from the situation was just like one of The Beatles’ song called Helter Skelter . It was very tense and kind of intriguing to be able to stand as one of the protesters towards the Government’s Policy about The National Indonesian Army Regulation.  Estimated over hund...

Saat Suhu Panas di Batavia Meregang Nyawa Serdadu Inggris.

  Sewajarnya, jika tidak ada perubahan iklim yang ekstrim, musim kemarau akan berakhir di bulan September dan pada bulan Oktober akan berganti musim ke musim penghujan. Indonesia terletak di Garis Khatulistiwa, yang berarti tepat berada di lintasan matahari. Suhu yang tinggi, menjadi perhatian khusus bagi masyarakat, karena perubahan iklim semakin memprihatinkan. Sebagai contoh, di Daerah Khusus Jakarta, suhu pada saat artikel ini ditulis (bulan Oktober 2024), menurut weather.com , menunjukkan angka 33 derajat celcius.  Pendaratan pasukan Inggris di Cilincing. Thorn, William, 1781-1843; Jeakes, Joseph, engraver; Egerton, Thomas, bookseller, publisher, CC0, via Wikimedia Commons. Dikutip dari CNN Indonesia (3/10/2024), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) membeberkan alasan mengapa suhu di Jakarta meningkat. Kepala Meteorologi Publik, Andri Ramdhani berujar kepada media terkait, kalau alasan dari terik matahari yang meningkat diakibatkan oleh minimnya awan y...