Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu pertama dari Nabi Muhammad ﷺ dari pasangan mulai Fatimah dan Ali bin Abi Thalib, lahir pada pertengahan Ramadhan tahun ke-3 Hijriah. Ia menjadi anak pertama dalam sejarah Arab yang diberi nama “Hasan”—nama yang diberikan langsung oleh Nabi, yang juga melakukan aqiqah dan berderma perak seberat rambutnya. Sejak kecil, Al imam Hasan tumbuh dalam kasih sayang Nabi yang sering memeluk dan mencium cucunya itu di bagian bibir. Nabi bersabda, “Ya Allah, aku mencintainya, maka cintailah dia” (HR. Bukhari-Muslim). Dalam sabda lain, Nabi ﷺ menyebut, “Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin mulia), dan Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok besar dari kaum Muslimin” (HR. Bukhari).
Hasan dikenal sebagai pribadi yang shaleh, berakhlak lembut, dan penuh kebijaksanaan. Ia juga meriwayatkan hadits langsung dari Nabi, dan menjadi rujukan banyak ulama sesudahnya baik Sunni maupun Syiah.
Selepas meninggalnya Khalifah dan imam Ali bin Abi Thalib, umat Islam di Kufah membaiat Hasan sebagai khalifah kelima Khulafaur Rasyidin. Namun kekuasaannya hanya berlangsung sebentar sekitar 6 bulan. Ketika berhadapan dengan pasukan dan Muawiyah bin Abu Sufyan dari Syam yang sudah membangun kekuatan militer, Hasan memilih untuk berdamai karena berbagai intrik pengkhianat dari dalam dan luar. Dalam situasi genting dan di tengah melemahnya dukungan internal, ia menyerahkan kekuasaan demi menghindari pertumpahan darah sesama Muslim. Langkah ini membuktikan sabda Nabi dan hadist nabi tentang perannya sebagai pemersatu umat. Hasan mengajarkan bahwa kekuasaan hanyalah amanah yang harus ditunaikan dengan baik, bukan tujuan. Bila kekuasaan justru memicu perpecahan, maka mengalah demi kemaslahatan adalah pilihan yang lebih mulia. Ia wafat dengan tenang meski terdapat keterangan yang menyebut ia diracun.
Sebagaimana tertuang dalam tarikh khulafa dan sebagaimana hadits nabi dia sering di cium di bibir dan berwasiat untuk dimakamkan di samping kakeknya, namun karena penolakan politik dari Marwan Al Hakam, akhirnya dimakamkan di Pemakaman Al-Baqi’ di dekat ibunya. Sejarah mengenangnya bukan hanya sebagai khalifah kelima, tapi sebagai simbol kepemimpinan yang menjunjung tinggi perdamaian, persatuan, dan keagungan jiwa.
Referensi
As-Suyuthi, Jalaluddin. Tarikh al-Khulafa’. Kairo: Dar al-Fikr.
Tirto.id. “Tragedi Karbala: Kematian Husein bin Ali dan Terbelahnya Islam.” Diakses dari: https://tirto.id/tragedi-karbala-kematian-husein-bin-ali-dan-terbelahnya-islam-c4SD.
Penulis : Fandu
Komentar
Posting Komentar