Artikel opini ini
merupakan wujud cinta kasih terhadap olahraga yang ada di Indonesia. Negara
dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia dan banyaknya olahraga yang
berkembang dan membanggakan negara. Haruslah menjadi bahasan baik dalam
historiografi.
Artikel ini juga sebagai
refleksi dari Seminar Sejarah 1 1957 di Universitas Gajah Mada, yang berkaitan
dengan nasionalisme dan arah historiografi Indonesia. Mengenai hal ini, saya
berpendapat bahwa kemajuan olahraga nasional dengan memompa motivasi dahulu
melalui historiografi. Motivasi nasionalisme yang berasal dari kisah heroik
armada olahragawan yang berhasil membanggakan bangsa dan negara diceritakan
dalam kisah historiografi yang jujur dan objektif.
Mengapa Pembahasan Olahraga
Penting Dalam Historiografi Sekarang.
Sebelum saya membahas hal
ini, alangkah baiknya saudara mendengarkan dulu narasi dari Bung Helmy Yahya di
channel Youtube beliau. Bahasan yang beliau bawa adalah “12 Olahragawan
Terbaik Indonesia Menurut Saya!”.
Pembahasan yang akan saya bawa, akan sangat berkaitan dengan ceramah
berbobot dari beliau.
Bung Helmy dalam video
tersebut berkata bahwa ada 3 hal yang dapat membuat bendera Indonesia berkibar
di luar negeri, yaitu di gedung PBB, gedung kedutaan, dan di saat atlet
Indonesia memenangkan kejuaraan. Dari pernyataan bung Helmy tersebut, saya
merasa tersadarkan bahwa olahraga dan nasionalisme saling berkaitan. Saya rasa
hal demikian menjadi sebab perlunya historiografi olahraga dikembangkan.
Tercatat banyak sekali atlet
Indonesia yang mampu memenangkan kejuaraan di luar negeri, di mana bendera kita
juga berkibar dengan gagahnya. Olahraga terbukti mampu menumbuhkan rasa
nasionalisme kebangsaan masyarakat. Ketika atlet Indonesia bertanding, tak
jarang banyak suporter juga meneriakkan yel-yel Indonesia dengan membawa
bendera kebangsaan.
Saya sempat mengalami
kontra terhadap pernyataan ini. Bagaimana bendera dapat mengukur rasa
nasionalisme. Setelah itu, saya menemukan jawaban dari kontra tersebut. Memang
bendera tidak dapat mengukur rasa nasionalisme seseorang, tetapi dengan bermain
sebagai pemain di bawah panji merah putih dan mendukungnya dengan meneriakkan
semangat Indonesia dan membawa bendera—sudah menunjukkan identitas nasional
Indonesia.
Banyak kisah yang dapat
diangkat masuk ke dalam pembahasan historiografi nasional. Cabang olahraga bulu
tangkis misalnya, jika kita menuliskan historiografinya berulang kali
mengharumkan nama bangsa Indonesia. Kejuaraan dunia hingga Olimpiade berhasil bulu
tangkis rengkuh.
Selain itu, mengutip dari
R.N. Bayu Aji dalam Nasionalisme dalam Sepak Bola Indonesia Tahun 1950-1965 (2013)
bahwa Soekarno berpandangan bahwa olahragawan merupakan wakil bangsa dalam
kejuaraan. Prestasi olahraga, dalam konteks sumbernya membahas mengenai sepakbola
Indonesia memberikan gambaran bagaimana tim sepakbola Indonesia cukup disegani
oleh lawan-lawannya.
Pada cabor Sepakbola
misalnya, kita pernah mencapai babak semifinal Asian Games dan masuk Olimpiade.
Tercatat kita mampu mendapat peringkat ketiga di Asian Games 1958 dan semifinal
di Asian Games 1954. Sedangkan di Olimpiade, meskipun berbau politis dalam
langkah lolosnya Indonesia, setidaknya pada laga melawan Rusia berhasil
memberikan perlawanan meskipun kalah 4-0 setelah pada laga pertama skor imbang
0-0.
Penulisan historiografi
olahraga juga sebagai motivasi. Motivasi untuk percaya bahwa kita adalah bangsa
yang berprestasi dalam bidang olahraga. Menumbuhkan motivasi nasionalisme dari
olahraga bagi saya adalah hal yang harus dikembangkan. Supaya kisah
nasionalisme dalam historiografi nasional menjadi beragam.
Masih sangat jarang yang
mengangkat pembahasan khusus mengenai olahraga dalam historiografi nasional.
Biasanya peristiwa olahraga terangkat kembali dalam sebuah pembahasan umum,
seperti di koran dan buku pelajaran. Pembahasan khusus masih sangat diperlukan.
Narasi mengenai peristiwa
membanggakan olahraga di masa lalu, biasanya dimuat ketika turnamen atau kejuaraan
akan digelar kembali. Bisa jadi juga, ketika terjadi peristiwa yang menyangkut
atlet yang pernah membawa nama Indonesia di pentas Internasional. Sudah banyak
contoh kasus seperti ini.
Artikel ini pernah terbit dalam versi lebih panjang di buletin Sanskerta edisi 2021
Oleh: Fajar Wahyu Sejati
Mahasiswa Sejarah UNY senang dengan olahraga dan sejarah kiri pasca kemerdekaan
Komentar
Posting Komentar