Langsung ke konten utama

Operasi Cockpit: Pengeboman Sekutu Terhadap Pulau Sabang

 


(AI Generator)

            Operasi Cockpit adalah sebuah operasi perang yang dilakukan dengan aksi pengeboman melalui udara oleh pihak sekutu. Operasi ini menargetkan Pulau Sabang (pulau di lepas pantai ujung barat Sumatera) dimana fasilitas minyak, pelabuhan dan instalasi militer. Kehadiran Jepang di Pulau Sabang berawal dari kekalahan Belanda di Pulau Sumatera pada awal maret 1942, membuat pulau itu tinggal menunggu waktu untuk diduduki. Pasukan Jepang menginjakkan kaki mereka di Pulau Sabang pada tanggal 11 Maret 1942 dimana mereka tidak mendapatkan perlawanan dikarenakan orang-orang Belanda sudah dievakuasi dari pulau tersebut. Mereka yang gagal dievakuasi dibunuh oleh tentara Jepang dan ada juga yang dijadikan sebagai budak.

            Alasan Jepang menduduki pulau hijau ini dikarenakan memiliki posisi yang strategis sehingga mereka mulai menjadikan pulau tersebut untuk kepentingan militer. Di tahun 1944 dimana Jepang sudah terpukul mundur oleh Amerika Serikat dalam Perang Pasifik, menjadi langkah bagus untuk Inggris guna memukul mundur pasukan Jepang di wilayah Asia Tenggara. Sehingga serangan dari dua arah ini bisa mengacaukan Jepang dalam membagi kekuatannya. Amerika yang kala itu telah dominan di wilayah Pasifik, menargetkan wilayah Hollandia (sekarang Jayapura). Hal ini direncanakan oleh Jenderal MacArthur dimana ingin mengambil alih lagi Filipina maka mereka harus mematahkan cengkraman Jepang di atas Papua. Agar Pasukan Jepang tidak terkonsentrasi di timur yang nantinya menghambat pergerakan pasukan Amerika di pesisir dan Australia di pedalaman.

            Hal inilah yang membuat Amerika Serikat meminta untuk dilakukan serangan dari wilayah barat atau tepatnya di kawasan Sumatera. Penyerangan yang nantinya ditugaskan ke Laksamana James Fownes Somerville memilih Pulau Sabang untuk target penyerangan mereka. Tujuannya adalah pulau tersebut digunakan oleh Jepang sebagai basis angkatan laut mereka dengan instralasi militer yang strategis disana. Selain itu jika kekuatan militer musuh hancur maka sekutu mampu memasuki jalur Selat Malaka dan pendekatan menuju Singapura. Meski informasi intelijen yang dimiliki sedikit baik dari fotografi dan visual daerah tersebut, Laksamana Somerville lebih memilih memanfaatkan apa yang ada. Dikarenakan jika melakukan over-flight (pengintaian udara secara berlebihan) hanya akan memberi peringatan kepada musuh jika tempat mereka akan dijadikan sebagai target penyerangan.

            Sebelum penyerangan dilakukan, dilakukan adanya pelatihan di wilayah Ceylon (saat ini Sri Lanka) yang harus sudah siap dalam waktu lima hari. Pada tanggal 16 April 1944 pukul 11.02 armada timur dibawah kepemimpinan Laksamana Somerville berangkat dari pelabuhan Trincomalee. Kekuatan armada timur terbagi menjadi dua gugus tugas yaitu sebagai berikut:

Gugus Tugas 69: Laksamana Somerville

a. Battleships   : HMS Queen Elizabeth, HMS Valiant dan Richelieu milik Prancis

b. Cruisers       : HMS New Castle, HMS Nigeria dan HMNLS Tromp

c. Destroyers   : HMAS Napier, HMAS Nizam, HMAS Nepal, HMAS Quiberon,                           HMS Rotherham, HMS Racehorse, HMS Petard and Penn dan                             HMNLS Van Galen

Gugus Tugas 70: Laksamana Madya A. J. Power

a. Aircraft Carriers      : HMS Illustrious dan USS Saratoga

b. Battlecruiser            : HMS Renown

c. Cruisers                   : HMS London dan HMNZS Gambia

d. Destroyers               : HMS Quilliam, HMS Queenborough, HMS Quadrant, USS                                   Dunlap, USS Cummings dan USS Fanning

e. Kapal Selam                        : HMS Tactician

Dihadirkannya kapal selam bertujuan untuk menyelamatkan pilot jika tertembak dan terpaksa mendarat di laut. Selain didukung kekuatan kapal perang, operasi ini pastinya juga melibatkan pesawat pengebom. Kapal Induk HMS Illustrious dengan kekuatan 4 skuadron yaitu skuadron 1830 dan 1833 dengan masing-masing 14 pesawat Corsair II naval fighter wing, serta skuadron 810 dan 847 dengan masing-masing 9 pesawat Barracuda II 21 TBR Wing. Untuk kapal induk USS Saratoga menampung 26 pesawat F6F-3 Hellcat, 24 SBD-5 Dauntless, 18 TBF-1 Avenger dan 1 F6F-3 sebagai Air Group Leader.

            Gugus Tugas 70 telah berada posisi sekitar 180 mil barat daya Pulau Sabang pada 19 April 1944 pukul 05.30. Suasana pagi hari dengan sepoain angin yang sejuk dan suasana yang tenang akan berubah menjadi suasana yang menegangkan. HMS Illustrious meluncurkan 17 pesawat Barracuda dengan persenjataan dua bom berat 500 pon dan dua bom berat 250 pon dengan pengawalan 13 pesawat Corsair. Didukung dengan pesawat dari USS Saratoga dengan meluncurkan 11 pesawat TBF Avanger dengan empat diantaranya membawa satu bom dengan berat 2.000 pon sisanya empat bom berat 500 pon. Lalu 18 pengebom selam SBD Dauntless dengan persenjataan satu bom dengan berat 1.000 pon serta pengawalan oleh 16 pesawat Hellcats. Pada pukul 06.57 pesawat pengebom dari USS Saratoga berhasil melakukan pengeboman terhadap target pelabuhan, instalasi minyak dan kapal-kapal pengiriman. Disusul dari kelompok pesawat dari HMS Illustrious melalui arah yang berbeda.

            Pihak Jepang yang dikagetkan dengan serangan ini, segera mengaktifkan senjata anti-pesawat dan menembaki kelompok dari USS Saratoga. Pesawat-pesawat Jepang masih tertahan di lapangan udara dan sekitar 21 pesawat berhasil dihancurkan dari lapangan udara Sabang dan empat lapangan udara di daerah pedalaman. Dari pesawat yang dikerahkan oleh sekutu, satu pesawat model Hellcat berhasil ditembak jatuh oleh senjata anti-pesawat dan pilot terpaksa pisah dari kelompok dan jatuh di laut lepas. Kapal selam HMS Tactician segera menyelamatkan pilot tersebut meski dihujani oleh artileri pantai.

            Pesawat-pesawat pengebom yang telah melakukan operasi pengeboman terbang kembali menuju kapal induk. Namun dari arah kejauhan muncul pesawat tiga pesawat Jepang yang membuntuti kelompok pesawat sekutu. Tiga pesawat itu dikonfirmasi pesawat tipe pengebom Mistsubishi G4M yang dilengkapi dengan torpedo. Ketiga pesawat pengebom Jepang yagn dianggap sebagai ancaman terhadap HMS Illustrious dan USS Saratoga, dengan segera memerintahkan pesawat Hellcat untuk mencegat dan menembak jatuh ketiga pesawat itu. Kedua kapal induk berhasil selamat dan mulai mundur, kapal-kapal perang sebagai pendukung diperintahkan untuk mundur. Hal ini membuat pembatalan misi untuk pengeboman lanjutan dari kapal-kapal perang karena dikhawatirkan musuh mampu melakukan serangan balasan.

            Dampak dari operasi ini adalah berhasil merusak instalasi pelabuhan, kilang minyak, lapangan terbang dan menenggelamkan beberapa kapal Jepang dan pesawat Jepang. Meski pelaksanaan Operasi Cockpit ini tidak berpengaruh atas operasi militer Amerika di Hollandia, sekutu sudah puas dengan hasil yang didapatkan. Operasi pengeboman terhadap Pulau Sabang ini dianggap sebagai salah satu operasi besar yang dilakukan oleh sekutu di Samudera Hindia. Armada perang yang dipimpin oleh Laksamana Somerville kembali menuju Ceylon pada 21 April 1944, sebelum nantinya dia akan memimpin lagi dalam pengeboman ke Pulau Sabang melalui Operasi Crimson di kemudian hari.

Oleh: Yoga Widya Kencana

Mahasiswa Sejarah UNY, sedang menggeluti pada sejarah perang dunia 2 di kawasan Pasifik dan Hindia

Kurasi: Artaqi Bi Izza Al Islami

 

REFERENSI:

-           J. D. Brown. (2009). Carrier Operations in World War  II. US Naval        Institute Press

-          Hobbs, David. (2011). The British Pacific Fleet: The Royal Navy’s Most   Powerful Strike Force. Yorkshire: Pen & Sword Books Lt

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ultimatum Inggris dan Meletusnya Pertempuran 10 November

Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran antara pasukan pejuang Indonesia dengan pasukan Kemaharajaan Inggris yang mendarat di kota Surabaya. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Inggris, Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby tewas dalam baku tembak. Pengungsi Tionghoa mencari perlindungan selama Pertempuran Surabaya Kematian sang brigadier terdengar ke Panglima Tertinggi Sekutu Komando Asia Tenggara, Laksamana Louis Mountbatten sehingga ia mengirimkan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Mansergh menggantikan posisi Mallaby yang tewas dalam baku tembak di sekitar Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, pada 30 Oktober 1945 menjelang malam. Sesaat Mayor Jenderal Mansergh tiba di kota Surabaya untuk memimpin tentara Inggris yang berada di kota tersebut, sang jenderal mengirimkan ultimatum yang diperintah oleh Laksamana Mountbatten kepada Rakyat Surabaya.   Ultimatum ini dibacakan oleh Jenderal Manser...

Saat Suhu Panas di Batavia Meregang Nyawa Serdadu Inggris.

  Sewajarnya, jika tidak ada perubahan iklim yang ekstrim, musim kemarau akan berakhir di bulan September dan pada bulan Oktober akan berganti musim ke musim penghujan. Indonesia terletak di Garis Khatulistiwa, yang berarti tepat berada di lintasan matahari. Suhu yang tinggi, menjadi perhatian khusus bagi masyarakat, karena perubahan iklim semakin memprihatinkan. Sebagai contoh, di Daerah Khusus Jakarta, suhu pada saat artikel ini ditulis (bulan Oktober 2024), menurut weather.com , menunjukkan angka 33 derajat celcius.  Pendaratan pasukan Inggris di Cilincing. Thorn, William, 1781-1843; Jeakes, Joseph, engraver; Egerton, Thomas, bookseller, publisher, CC0, via Wikimedia Commons. Dikutip dari CNN Indonesia (3/10/2024), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) membeberkan alasan mengapa suhu di Jakarta meningkat. Kepala Meteorologi Publik, Andri Ramdhani berujar kepada media terkait, kalau alasan dari terik matahari yang meningkat diakibatkan oleh minimnya awan y...

Tragedi Hotel Yamato

Tanggal 18 September 1945, pasukan Sekutu yang tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) yang berada dibawah kendali AFNEI tiba di Surabaya. Satuan ini memiliki tugas untuk mengurus tawanan Belanda sekaligus melucuti sisa-sisa tentara Jepang. Mereka menjadikan hotel Yamato sebagai markas bantuan rehabilitasi untuk tawanan perang dan Interniran. Hotel Yamato (Sekarang Hotel Majapahit) dan Teks Peringatan Peristiwa 19 September (Wikimedia Commons). Tanggal 19 September 1945, tepatnya pada pukul 21:00, sekelompok orang dari pihak Belanda dibawah komando W.V.C Ploegman, diperintahkan untuk mengibarkan bendera Belanda di atas hotel Yamato tanpa seiizin pemerintah Surabaya. Keesokan harinya, para warga yang melintas di depan hotel Yamato dibuat terkejut dan marah karena Belanda telah melecehkan harga diri Indonesia. Massa yang kesal pun mendatangi hotel Yamato untuk memprotes tindakan Belanda. Residen Soedirman yang dikawal oleh Sidik dan Haryono, kemud...