Sebuah Nave, kapal layar besar khas Genoa, pada periode abad ke-13 hingga ke-14. |
Republik Genoa dimulai ketika kota
mereka menjadi komune sekitar abad ke-11 M. Ketika didirikan, Republik Genoa
hanya terdiri dari kota Genoa dan wilayah sekitarnya. Ketika perdagangan kota
perlahan meningkat, begitu juga wilayah Republik. Pada akhir abad ke-12,
seluruh wilayah Liguria jatuh di bawah Republik Genoa.
Selama
abad ke-11 dan khususnya abad ke-12, Republik Genoa di bagian utara Italia
menjadi kekuatan laut yang dominan di Mediterania Barat karena saingannya, kota
Pisa dan Amalfi menurun kekuatannya. Genoa (bersama Venesia) berhasil
mendapatkan posisi sentral dalam perdagangan budak Mediterania saat ini.
Kondisi ini membuat Genoa hanya memiliki satu saingan utama di Mediterania:
Venesia.
Setelah Perang Salib Pertama pada
tahun 1098, Genoa berhasil memperoleh koloni di Syria (Genoa kehilangan
sebagian besar koloni ini selama kampanye militer Salahuddin di abad ke-12).
Pada 1255 M, Genoa mendirikan koloni Caffa di Krimea. Pada tahun-tahun
berikutnya, orang Genoa mendirikan koloni lebih lanjut di Krimea: Soldaia,
Cherco, dan Cembalo. Genoa dan koloninya berperang melawan beberapa negara
pecahan Mongol dalam Perang Genoa–Mongol untuk menguasai semenanjung Krimea.
Pada 1275 M, Kekaisaran Bizantium memberikan pulau Chios dan Samos ke Genoa.
Antara
1316 dan 1332, Genoa mendirikan koloni Laut Hitam di La Tana (sekarang Azov)
dan Samsun di Anatolia. Pada tahun 1355, Kaisar Bizantium John V Palaiologos
memberikan pulau Lesbos kepada seorang penguasa Genoa. Pada akhir abad ke-14
koloni Samastri didirikan di Laut Hitam dan Siprus diberikan kepada Republik.
Pada masa itu Republik Genoa juga menguasai 1/4 kota Konstantinopel, ibu kota
Kekaisaran Bizantium, dan Trebizond, ibu kota Kekaisaran Trebizond.
Persaingan
dagang dan budaya antara Genoa dan Venesia berlanjut selama abad ke-13M.
Republik Venesia memainkan peran penting dalam Perang Salib Keempat,
mengalihkan energi "Latin" untuk menghancurkan mantan pelindungnya
dan saingan dagangnya saat itu, Byzantium. Akibatnya, dukungan Venesia terhadap
Kekaisaran Latin yang baru didirikan berarti bahwa hak perdagangan Venesia
diutamakan, dan Venesia menguasai sebagian besar perdagangan di laut
Mediterania timur.
Untuk
mendapatkan kembali kendali perdagangan, Republik Genoa bersekutu dengan
Michael VIII Palaiologos, kaisar Nicea, yang ingin memulihkan Kekaisaran
Bizantium dengan merebut kembali Konstantinopel. Pada bulan Maret 1261,
perjanjian aliansi ditandatangani di Nymphaeum. Pada tanggal 25 Juli 1261,
pasukan Nicea di bawah pimpinan jenderal Alexios Strategopoulos berhasil
merebut kembali Konstantinopel.
Akibatnya,
keseimbangan dagang kembali condong ke Genoa, yang diberikan hak perdagangan
bebas di Kekaisaran Nicea. Selain kendali perdagangan di tangan para pedagang
Genoa, Genoa menerima pelabuhan dan stasiun jalan di banyak pulau dan
permukiman di Laut Aegea. Pulau Chios dan Lesbos menjadi stasiun komersial
Genoa serta kota Smirna (Izmir).
Pedagang
Genoa juga berlayar arah ke selatan, ke pulau Sisilia dan Afrika Utara. Di
Afrika Utara, pedagang Genoa mendirikan pos perdagangan, mengejar emas yang
melintasi Sahara dan mendirikan pos di samudera Atlantik hingga kota Salé dan
Safi. Pada 1283 M, penduduk Kerajaan Sisilia memberontak melawan dinasti
Angevin. Pemberontakan yang dikenal sebagai Vesper Sisilia ini mengakibatkan
kerajaan Aragon berkuasa di Sisilia. Genoa yang mendukung Aragon, diberikan hak
perdagangan dan ekspor bebas di Kerajaan Sisilia. Bankir Genoa juga mendapat
keuntungan dari meminjamkan uang kepada bangsawan baru Sisilia. Pulau Corsica
juga dianeksasi Genoa pada tahun 1347. Di sepanjang rute perdagangan ini, Genoa
bersaing dengan Venesia untuk mendapatkan garam dan komoditas lainnya, seperti salami,
prosciutto, keju, tekstil, dan rempah-rempah.
Pola
perdagangan Genoa jauh lebih independen dari ketergantungan impor obat-obatan
dan rempah-rempah dari Asia. Komoditas utama Genoa adalah penenunan tekstil
sutra, dari benang impor, yang mengikuti gaya simetris sutra Bizantium dan
Sassanid. Pedagang Genoa juga membeli garam dari kota Hyères di Prancis, kota
Cagliari di Sardinia, kota Tortosa di Iberia, dan dari daerah lain di Laut
Hitam, Afrika Utara, Siprus, Kreta, dan Ibiza dan membuat salami. Mereka
kemudian menjual salami di Italia selatan untuk mendapatkan sutra
mentah, yang dijual di kota Lucca untuk mendapat kain, yang nantinya dijual ke
bazaar di Lyon.
Kafilah
dagang dari Genoa membawa garam langsung ke kota Piacenza. Dari sana garam
kemudian dipindahkan ke tongkang sungai dan diangkut menyusuri Sungai Po ke
kota-kota di Lembah Po seperti Parma, Reggio, dan Bologna.
Pola
ekonomi ini berimplikasi ketika salah satu pusat penghubung Eurasia terganggu.
Kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453 N sering dianggap sebagai titik balik
sejarah dalam sejarah Mediterania. Dalam buku sejarah maupun “LKS” yang
diberikan kepada pelajar-pelajar Indonesia, kejatuhan ini digambarkan sebagai
momen berakhirnya hubungan komersial antara dunia Timur dan dunia Barat.
Akan
tetapi sebenarnya para pedagang Genoa tetap menegaskan dirinya sebagai
perantara ekonomi di Laut Mediterania. Para pedagang republik Genoa tumbuh
subur, bahkan di dunia Islam, bahkan selama masa perang. Kesuksesan ekonomi ini
karena kemauan mereka untuk berakulturasi, sambil berusaha mempertahankan
ikatan budaya yang kuat dengan identitas mereka. Mereka menyusun berbagai
strategi, seperti posisi pos dagang mereka dalam topografi perkotaan, perlakuan
mereka dalam kebijakan migrasi, dan negosiasi hak komersial mereka.
Genoa juga mempertahankan hubungan
dagang dengan Ottoman, terutama berfokus pada perdagangan di wilayah Laut
Hitam. Pedagang-pedagang Genoa mendirikan pos perdagangan di pelabuhan yang
dikuasai Ottoman, memfasilitasi pertukaran barang, termasuk rempah-rempah,
antara Kekaisaran Ottoman dan negara-negara Eropa lainnya.
Oleh: Artaqi Bi Izza Al Islami
mahasiswa Sejarah UNY yang menggeluti bidang sejarah Eropa dan pemikiran
Islam
Rujukan
Caselli,
C. (2013). Genoa, Genoese Merchants and the Ottoman Empire in the First Half of
the Fifteenth Century: Rumours and Reality. Al-Masaq, 25(2),
252-263.
Dauverd,
C. (2015). Cultivating differences: Genoese trade identity in the
Constantinople of Sultan Mehmed II, 1453–81. Mediterranean Studies, 23(2),
94-124.
Fleet,
K. (1999). European and Islamic trade in the early Ottoman state: the
merchants of Genoa and Turkey. Cambridge University Press.
Fleet,
K. (1993). The Treaty of 1387 between Murād I and the Genoese. Bulletin of
the School of Oriental and African Studies, 56(1), 13-33.
Komentar
Posting Komentar